Pemilu…
Jangan Gadaikan Harga Dirimu!
![](https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjAiTxAowiJaDJELIuv034twpmizwAkJGQq3zCULSYAjlKEq1poyeqsT789H20CXI5rUImYJGrkSo-6yzSzEYqRugR5LXcQVK8LD_5ZwSZLEpb4C4os6Ew12Z3rBg2KPJva0I4MMWV7FK7C/s200/th.jpg)
Hal tersebut dapat kita lihat bersama di dalam setiap bentuk PEMILU, mulai dari Pilkades, Pilcaleg, Pilwako, Pilbup, Pilgub, bahkan Pilpres. Pemilu yang bersifat LUBER (Langsung Umum Bebas dan Rahasia) di sistem demokrasi Indonesia, ke-nyataannya menyimpang dari Undang Undang Pemilu, Ama-nah Pembukaan Undang Undang Dasar 45, juga nilai nilai luhur Pancasila.
Mengkaji ulang pada para juara/pemenang pemilu saat ini-- baik Caleg to Caleg, Partai to Partai--, selalu saja menonjol pengutamaan kelompok dan pribadi. Lantas yang tidak memilih dianggap lawan atau musuh, sekalipun yang sesungguhnya terjadi “Tinggi gunung seribu janji…lain di mulut lain di hati…” Mengacu kepada nilai nilai luhur Pancasila, sila kelima mengutarakan bahwa para pemimpin harus mengutamakan kepentingan umum di atas kepentingan pri-badi atau Golongan. Nyatanya nilai luhur itu dihianati. Termasuk di dalamnya para Legislatif yang menggiring proyek dan dibagikan hanya untuk kelompoknya.
Demikian pula hasil Pilkada lainnya, pasti akhirnya pembagi bagian proyek kepada CSnya (sohib yang me-nguntungkan, red) sebagai balas jasa. Maka perlu kita pertanyakan, dengan sistem yang demikian di manakah sesungguhnya moral para pemimpin yang terpilih dalam membela kepentingan umum? Jawabnya, tentu kembali kepada kita. Kenapa demikian? Karena kitalah yang memilih mereka dengan menggadaikan harga diri kita.
Nakh dengan demikian, hendaknyalah timbul kesadaran kita untuk memilih dengan hati yang tulus para calon yang bijaksana, yang berorientasi terhadap jiwa Ketokohan, Integritas, Krediblitas, yang Elektablitasnya ala Pemimpin Raja Daud, Barac Obama, dan Jokowi. Seyogianya para pemimpin kita dilahirkan dari jawaban doa masyarakat, Tuhan akan mengirimkan jajaran pe-mimpin yang mencintai rakyatnya apa adanya, berpacu dengan melodi Pembangunan Bangsa.
***
EFEK menggunakan hak pilih yang tidak disertai ridho Yang Maha Kuasa, akan melahirkan kepahitan di antara pemimpin yang menumbuhkan bencana alam, seperti Anggota Dewan Pembabat Hutan, yang dihadiahi datangnya banjir. Dan, nantinya bila pemimpin korupsi di daerah, orang luar pasti menganggap semua warga daerah tersebut terlibat korupsi dan menimbulkan krisis kepercayaan yang mendalam. Dengan begitu, pemimpin mestinya mampu memilih para Kabinetnya yang mampu bekerja bersama dengan mengabaikan unsur Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN). Di samping itu, pemimpin juga harus mampu menerima masukan dari golongan terkecil, rakyat miskin sekalipun, sehingga dalam dirinya tercermin kesucian, sesuai ucapan Bung Karno: “Sekalipun kebenaran dari tukang becak harus kita terima.”
Artinya, janganlah hanya melirik pendapat orang berduit yang ada maksudnya. Mereka hanya mau mengejar harta. Sesungguhnya, figur seperti itu jadilah pebisnis bukan pemimpin yang suka mandi di sungai yang kotor atau makan “Tugo Perorot” (pagar makan tanaman, red) yang jadi jatah anggotanya. Sebab kalau begitu, mak suburlah tikus tikus kantor joint by BPK (Babi Panggang Karo, red).
Besar harapan, keharmonisan antara pemimpin dengan Kabinetnya, akan membawa rakyat lebih sejahtera. Penulis yang sudah melanglang buana bermain gitar ke seluruh Nusantara di era 90-an berpendapat, gitar dengan talinya enam buah oleh penciptanya Guido De Aresso (musisi Spanyol) telah mempertimbangkan bahwa tiap tali gitar berbeda nadanya, tetapi bisa diatur dan ditata oleh musisinya supaya harmonis didengar. Orang Yunani menyebut penataan seperti itu sinergeo, atau kawan sekerja dalam Tuhan dalam ungkapan kerennya disebut sinergi. Keterbalikannya, sama halnya jika pemimpin dengan kabinet bertolak belakang karena di dalamnya hadir KKN itu, maka yang melarat adalah rakyat juga.
Sekali lagi, para pemimpin harus selalu mengutamakan yang terbaik untuk orang banyak atau strivest exclence for the people. Dengan demikian, bila kita tiba di bilik suara di setiap Pemilu, lupakan unsur marga, suku, ras, dan agama. Mari tunjukkan jati dirimu memilih pemimpin yang menurut anda sesuai. No fear in fill sebab harus hadir makna Bhinneka Tunggal Ika, sehingga ke depan akan lebih sejahtera. Bila anda tak lakukan itu, pastilah ujung-ujungnya gerbang kemelaratan rakyat itu terbuka lebar. Fill it and don”t say it, pilih dan contrenglah wakilmu jangan bicara. Semoga bermanfaat bagi seluruh rakyat Indonesia.
(Manganju Tampubolon)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar